Selasa, 18 Oktober 2016

Untuk Umiku yang Bangun Kesiangan

Katanya semalam kau mimpi yang menyenangkan
Berjalan di padang hijau yang ada ayunan terikat di dahan
Lalu kau bangun mengutuki diri yang bangun kesiangan
Hari masih gelap tapi rezeki sudah menghilang
Apakah tidur lelap menjadi sebuah dosa sekarang?

Bangunlah lebih siang, anggap saja umur masih panjang
Sekali, dua kali, tiga kali
Biar saja ayam yang lebih dulu kalahkan matahari
Kau masih boleh melanjutkan mimpi tentang Bapak yang mengajakmu jalan-jalan

Aku menyukai sososkmu yang bangun kesiangan
Kau lebih terlihat seperti ibu-ibu yang biasa terlihat di arisan dan warung-warung sayuran
Tampaknya beban dalam hidup kurang sehingga punya waktu bicarakan orang-orang
Tapi dasar kepalamu lebih batu daripadaku
Kau pikir sikap juang harus kau wariskan
Esok hari kau kembali bangun terlalu pagi

Perempuan-perempuan tua dini hari berderet di belakang lapak-lapak pasar
Berbaur bersama lelaki-lelaki pemikul beras dan karung-karung cabai
Apa mereka sudah sarapan?
Apa Umi sempat sarapan sebelum lalat-lalat pasar menyerbu sayur busuk dan ikan-ikan tidak segar?
Lumpur pasar sehabis hujan sepertinya sudah ikut bercampur dalam darah di nadimu
Kulitmu sudah sama warnanya dengan kios-kios kusam pedagang bawang

Apakah bahagia harus menunggu sampai matamu jadi sepucat telur-telur di lapakmu itu?
Tampaknya menjadi kaya tidak termasuk dalam doa yang kau lontarkan ke langit
Tampaknya kesolehan anak-anakmu lebih penting dari hidup senang bergelimang uang
"Apa ada kebahagiaan yang datang bukan dari kesyukuran?" katamu menyebalkan

Aku, Mi, benci sekali bangun pagi yang membuatku merasa hari jadi lebih panjang
Tidak ada yang lebih kuinginkan dari selesainya hari dan bergantinya tahun
Berlalunya waktu artinya terlewatkannya hal-hal merepotkan seperti perasaan
Nikmati saja tidur di malam ketika alam semesta lebih banyak diam

Maafkan aku karena mematikan weker dan alarm HP Nokiamu
Kutarik selimut hingga ke bahumu dan kumatikan lampu
Bangunlah lebih siang besok dan lupakan sebentar bising-bising di pasar
Tanakkan nasi untuk si bungsu dan biarkan ia sebelum berangkat sekolah mencium tanganmu
Tengoklah diarinya. Ada ribuan rindu untukmu


Yogyakarta, 19 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Melihat Aksi Mahasiswa Lewat Drama Korea

Mengamati lewat media tentang bergeraknya mahasiswa, saya segera ingin menuliskannya. Rasanya kegelisahan di kepala bisa terasa lebih seder...