Janji persahabatan itu tak lama. Usai lulus SMA, sahabat yang kemana-mana bersama akan sibuk dengan urusan-urusannya. Frekuensi bicara berkurang bahkan hilang. Kedekatan hati sampai pada titik minimal. Definisi pun berubah dari forever friends jadi sekedar teman SMA.
Makanya, aku sangat senang waktu HPku bergetar karena ada WA darimu. Mentionku di Twitter sebelumnya ternyata membukakan jalan untuk silaturahim kita. Dari 'apa kabar' hingga cerita nostalgia dan di percakapan-percakapan berikutnya kita mengidentifikasi satu sama lain: kamu masih jomblo tapi sok playboy, keranjingan ngomongin politik dan ideologi, lagi pingin cepat kaya, dan butuh teman untuk jadi tempat sampah.
Okelah, aku toh punya banyak waktu. Bisa jadi akulah lulusan sarjana UI paling pengangguran seantero Kebumen raya (jangan alam semesta, plis!). Jadilah aku sebagai objek show-off mu. Seperti John Watson. Iya deh, kamu dapet Sherlock Holmes, iya.
Sampai pada cerita balas dendammu kepada mantan dengan membuktikan bahwa kamu lebih baik dari yang dia kira, aku masih menganggapmu lucu. Lalu kamu mengujiku dengan beberapa bahasan tentang sejarah dan agama. Well, kupikir kamu harus tahu kamu lagi ngomong sama siapa.
Awalnya kupikir kamu hanya sedang mencari jati diri saja, mempelajari banyak ilmu dari orang-orang dan buku-buku. Setelah aku tahu siapa yang kamu temui dan buku macam apa yang kamu tekuni, aku tidak bisa lagi menganggap kamu lucu. Early-stage liberalist with very big potential.
Ketidaksetujuan di antara kita jadi kentara, meski sebisa mungkin tidak kita jadikan personal. Aku masih senang mendengarmu bicara tentang semangat sosialis untuk memihak kaum marjinal di negeri ini. Aku masih tertarik mendengar konflik-konflik politik yang kamu dengar dari berbagai akun Twitter dan diskusi-diskusi unik sama teman-temanmu yang juga menarik.
Apakah karena kamu adalah sosialis pembela kaum marjinal, sehingga agamamu sendiri yang dominan di negeri ini kamu sinisi habis-habisan? Kritis boleh. Sinis jangan. Kita harus senantiasa berpihak pada kebenaran, tapi tidak boleh merasa menjadi yang paling benar. Pun dalam percakapan kita, selalu ada hal-hal yang benar dalam ucapanmu. Semoga ada juga hal-hal benar dariku yang sampai kepadamu.
Aku menikmati setiap dialog kita. Pertanyaan-pertanyaan dan sanggahanmu yang membuatku kadang terbawa mimpi dan mempertanyakan keimanan sendiri. Hanya saja terkadang, ketika tak sengaja memikirkanmu, ada rasa sedih yang tidak bisa kutahan. Apakah kita tidak lagi ada di perahu yang sama? Aku mengharapkan waktu ketika kita bisa menjadi sekutu.
Mostly about social, books, and personal development. No I don't talk about physics and math, but will still come if you offer me a cup of cappuccino. Thank you for visiting my page!
Jumat, 24 Maret 2017
Jumat, 10 Maret 2017
Go Public!
Beberapa teman yang saya kasih limited access ke blog ini kadang suka tanya, "Nis, kenapa blognya nggak go public aja?"
Aduh sist, aku ndak sehumoris admin Twitter TNI_AU yang berani jawab macem-macem pertanyaan dengan kocak. Aku juga ndak secerdas penulis-penulis di mojok.co yang tulisannya menggelitik berdasar atas data, fakta, dan logika. Aku juga udah lupa tuh sekitar tiga atau empat prinsip jurnalisme yang kudu diterapkan tiap kali nulis berita layak baca. Simpelnya aku cuma remah-remah alam semesta yang nggak punya temen curhat jadi bikin blog sebagai pelariannya.
Seorang teman lain pernah berkata juga bahwa pendapat yang baik hanya berbuah baik ketika ia disampaikan. Iya sih, aku kicep aja waktu dengar kata-katanya. Bukannya aku nggak bisa jawab, tapi justru mbatin, "Bagian mana di dalam blog ini yang merupakan pendapat yang baik?"
Maka dari itu disinilah aku. Dengan tulisan ini, yang kuharap kalian membacanya saat iseng nggak ada kerjaan jadi ngepoin aku, aku ingin menjelaskan beberapa alibi atau pembelaan diri. Kenapa blog ini tidak disiarkan dimanapun alias tidak go public?
1. Konten
Sudah jelas, bahwa hampir semua konten blog ini adalah curhat, anggaplah, yang tidak sempat tertuangkan dalam kalimat-kalimat verbal kepada orang lain. Isinya adalah hasil pergelutan di dalam otakku sendiri, hasil cerna dari kata-kata orang lain, kutipan pendapat orang-orang keren, dan kegalauan gadis usia awal dua puluhan. Aku yakin orang-orang lebih berhak atas informasi atau tulisan yang lebih berbobot dibandingkan isi blog ini.
2. Privasi
Aku terlanjur mengisi diari digital ini dengan curhat-curhat emosional. Jujur saja, ada beberapa yang aku sendiri menyesal menulisnya. Tapi tetap tidak kuhapus. Baik dan buruk, menyesal tidak menyesal, semua itu adalah bagian dari sejarahku. Otobiografiku. Meski demikian, ada hal-hal bersifat privat yang sebenarnya aku sama sekali tidak ingin orang lain sampai tahu. Kenapa? Karena mereka akan tertawa. Aku pun menertawai diriku sendiri, kadang-kadang. Tapi rasanya ditertawakan orang jelas berbeda. Atau mengumpat. Atau suatu ketika membicarakannya dengan orang lain. Seram!
3. Bebas
Menulis yang paling menyenangkan adalah saat kita tidak perlu cemas atau berekspektasi bahwa tulisan kita akan dibaca orang. Kita menjadi bebas menuliskan apa saja yang terlintas di pikiran. Ini semacam healing dan pelampiasan. Seperti mencintai seseorang diam-diam (lho?): sepi, tapi nyaman. Aku tidak perlu mengecek kolom komentar, tidak perlu memikirkan gaya bahasa, pemilihan kata, mencari data, mempertahankan pendapat... Menulis ya menulis saja. Terserah aku mau menulis apa. Kalau blog ini diketahui orang, aku akan merasa seperti sedang diintip, diawasi, dinanti, diberi ekspektasi. Gerah elah...
4. Desain
Kalau ini sangat teknis: blog ini miskin desain dengan persentasi gambar nyaris nol. Aku malas. Jujur saja aku nggak begitu suka tulisan yang di dalamnya banyak gambar. Mau jual gambar atau tulisan, sih? Sudahlah aku tak mau repot memikirkan tampilan. Kan ini sebagai diari sambil lewat dan tempat penyimpanan abadi celoteh galauku.
Apakah empat alasan itu cukup? Kukira alasan pertama pun sudah menjawab semuanya. Aku nggak PD dengan isinya. Blog ini nggak layak dibaca banyak orang. Cukup kamu saja. Dan kamu. Kamu juga. Oh iya kamu juga pernah kukasih akses. Masih suka baca nggak? Semoga enggak.
Kalau kamu ingin tulisanku yang lebih serius, ya cek kebumenmuda.com sajalah. Atau beberapa media yang kushare (kalau ada). Disitu tulisan yang jadi citra diriku ini. Aku nggak yakin nulis politik, pasti ada yang nyalahin. Trus isu-isu ekonomi juga perlu banyak data. Males bet nyarinya. Kalau penasaran soal isu-isu dunia, duhai, banyak sekali sumber dari otak-otak yang lebih pintar. Kamu bisa cari sumber lain dari blog-blog lulusan PhD atau buzzer-buzzer medsos. Lebih canggih dan mindblowing. Aku mah apa, cuma modal katanya. Nah kalau kamu penasaran soal aku, baru deh...
Oh tapi blog ini nggak segitu nggak berguna juga. Izinkan saya membela diri ya sist. Kalau mau nyari tulisan soal galau nikah, baper organisasi, resah spiritual, cerpen nggantung, produktivitas pengangguran, bisa lah ngintip beberapa di sini. Insya Allah masih ada meaningful insight. Positif atau negatif silakan tentukan sendiri.
Salam.
Aduh sist, aku ndak sehumoris admin Twitter TNI_AU yang berani jawab macem-macem pertanyaan dengan kocak. Aku juga ndak secerdas penulis-penulis di mojok.co yang tulisannya menggelitik berdasar atas data, fakta, dan logika. Aku juga udah lupa tuh sekitar tiga atau empat prinsip jurnalisme yang kudu diterapkan tiap kali nulis berita layak baca. Simpelnya aku cuma remah-remah alam semesta yang nggak punya temen curhat jadi bikin blog sebagai pelariannya.
Seorang teman lain pernah berkata juga bahwa pendapat yang baik hanya berbuah baik ketika ia disampaikan. Iya sih, aku kicep aja waktu dengar kata-katanya. Bukannya aku nggak bisa jawab, tapi justru mbatin, "Bagian mana di dalam blog ini yang merupakan pendapat yang baik?"
Maka dari itu disinilah aku. Dengan tulisan ini, yang kuharap kalian membacanya saat iseng nggak ada kerjaan jadi ngepoin aku, aku ingin menjelaskan beberapa alibi atau pembelaan diri. Kenapa blog ini tidak disiarkan dimanapun alias tidak go public?
1. Konten
Sudah jelas, bahwa hampir semua konten blog ini adalah curhat, anggaplah, yang tidak sempat tertuangkan dalam kalimat-kalimat verbal kepada orang lain. Isinya adalah hasil pergelutan di dalam otakku sendiri, hasil cerna dari kata-kata orang lain, kutipan pendapat orang-orang keren, dan kegalauan gadis usia awal dua puluhan. Aku yakin orang-orang lebih berhak atas informasi atau tulisan yang lebih berbobot dibandingkan isi blog ini.
2. Privasi
Aku terlanjur mengisi diari digital ini dengan curhat-curhat emosional. Jujur saja, ada beberapa yang aku sendiri menyesal menulisnya. Tapi tetap tidak kuhapus. Baik dan buruk, menyesal tidak menyesal, semua itu adalah bagian dari sejarahku. Otobiografiku. Meski demikian, ada hal-hal bersifat privat yang sebenarnya aku sama sekali tidak ingin orang lain sampai tahu. Kenapa? Karena mereka akan tertawa. Aku pun menertawai diriku sendiri, kadang-kadang. Tapi rasanya ditertawakan orang jelas berbeda. Atau mengumpat. Atau suatu ketika membicarakannya dengan orang lain. Seram!
3. Bebas
Menulis yang paling menyenangkan adalah saat kita tidak perlu cemas atau berekspektasi bahwa tulisan kita akan dibaca orang. Kita menjadi bebas menuliskan apa saja yang terlintas di pikiran. Ini semacam healing dan pelampiasan. Seperti mencintai seseorang diam-diam (lho?): sepi, tapi nyaman. Aku tidak perlu mengecek kolom komentar, tidak perlu memikirkan gaya bahasa, pemilihan kata, mencari data, mempertahankan pendapat... Menulis ya menulis saja. Terserah aku mau menulis apa. Kalau blog ini diketahui orang, aku akan merasa seperti sedang diintip, diawasi, dinanti, diberi ekspektasi. Gerah elah...
4. Desain
Kalau ini sangat teknis: blog ini miskin desain dengan persentasi gambar nyaris nol. Aku malas. Jujur saja aku nggak begitu suka tulisan yang di dalamnya banyak gambar. Mau jual gambar atau tulisan, sih? Sudahlah aku tak mau repot memikirkan tampilan. Kan ini sebagai diari sambil lewat dan tempat penyimpanan abadi celoteh galauku.
Apakah empat alasan itu cukup? Kukira alasan pertama pun sudah menjawab semuanya. Aku nggak PD dengan isinya. Blog ini nggak layak dibaca banyak orang. Cukup kamu saja. Dan kamu. Kamu juga. Oh iya kamu juga pernah kukasih akses. Masih suka baca nggak? Semoga enggak.
Kalau kamu ingin tulisanku yang lebih serius, ya cek kebumenmuda.com sajalah. Atau beberapa media yang kushare (kalau ada). Disitu tulisan yang jadi citra diriku ini. Aku nggak yakin nulis politik, pasti ada yang nyalahin. Trus isu-isu ekonomi juga perlu banyak data. Males bet nyarinya. Kalau penasaran soal isu-isu dunia, duhai, banyak sekali sumber dari otak-otak yang lebih pintar. Kamu bisa cari sumber lain dari blog-blog lulusan PhD atau buzzer-buzzer medsos. Lebih canggih dan mindblowing. Aku mah apa, cuma modal katanya. Nah kalau kamu penasaran soal aku, baru deh...
Oh tapi blog ini nggak segitu nggak berguna juga. Izinkan saya membela diri ya sist. Kalau mau nyari tulisan soal galau nikah, baper organisasi, resah spiritual, cerpen nggantung, produktivitas pengangguran, bisa lah ngintip beberapa di sini. Insya Allah masih ada meaningful insight. Positif atau negatif silakan tentukan sendiri.
Salam.
Langganan:
Postingan (Atom)
Melihat Aksi Mahasiswa Lewat Drama Korea
Mengamati lewat media tentang bergeraknya mahasiswa, saya segera ingin menuliskannya. Rasanya kegelisahan di kepala bisa terasa lebih seder...

-
Jadi, mulai dari mana ya. Kalau blog ini rumah, pasti sudah penuh sawang (sarang laba-laba). Dulu waktu membuat blog ini, sepertinya tujua...
-
(first published in https://digitalsenior.sg/working-in-a-local-ngo/ ) Working in an NGO offers many challenges and priceless lifetime...