14
September 2013
Kecuali
mencintaimu, aku tak punya alasan lain. Kau tempatku pulang, menyampirkan baju
kerja dan menggantinya dengan kaos oblong. Kemudian bersama yang lain aku
menuju halaman belakang, bermain layang-layang, terkadang cukup dengan gundu.
Atau menerbangkan merpati-merpati.
Membersamaimu
adalah konsekuensi, adalah risiko. Adalah sama dengan pohon yang mengikuti
matahari kemanapun pergi. Siapa peduli nantinya matahari tiada lagi? Justru
saat paling indah adalah sepersekian detik sebelum ia menghilang tenggelam.
Sepersekian detik itulah hartaku. Karena langka dan perlu kesabaran untuk
menunggu momen spesialmu itu, maka hanya sedikit yang mau, hanya sedikit yang
tahu. Hanya sedikit yang bertahan untuk tahu.
Kita
adalah ikatan yang tak disengaja. Kita bertemu di antara persimpangan saat kita
sama-sama beranjak pergi. Dari pelukan bunda, dari gelapnya malam di desa-desa,
dari kenyataan yang bayang-bayang. Kita adalah satu dalam sebuah kesepakatan
yang tak pernah ditanyakan.
Sayang,
genggamlah tanganku, niscaya kubawa kau pada tujuan. Niscaya kubisikkan padamu
tempat kita menuju. Akan kubuatkan pagar, kususunkan batu tempat kakimu yang
ramping berpijak. Mungkin sesekali kau akan jatuh, sesekali kau akan mengeluh.
Aku sendiri tidak tahu nantinya kita akan berjalan seberapa jauh. Tapi janjiku,
mengantarmu sampai ke titik terakhir dimana aku masih mampu. Kuatlah!
Kau
abadi, tapi aku hanya penunjuk arah dalam perjalananmu yang panjang. Aku akan
berhenti di ujung jalan yang kuketahui. Selanjutnya nanti tetaplah berjalan
terus, makanlah bekal yang sengaja kubuat untukmu. Bekal hasil egoisme yang
terus ingin mengikatmu dalam kenangan atasku.
Kita
adalah sepasang. Cangkir dan tatakannya, jari manis dan cincin yang
melingkarinya, gitar dan senarnya, burung dan kebebasannya terbang di langit.
Aku tak bisa memberikan semuanya. Bisa jadi nanti aku akan membiarkanmu
sendirian di beberapa petak jalan dan lebih suka bercengkerama dengan kupu-kupu
yang menggoda jemariku. Bisa jadi aku bosan padamu.
Jika
nantinya aku tak terlihat di lanskap pandanganmu, maka saat itulah giliranmu
menyisakan sedikit rindu untukku. Memanggilku dengan panggilan sayang, tak
mungkin aku tak menghampirimu. Lagi, lagi, dan lagi. Karena aku hanya anak
kecil yang kian manja dengan pujian.
Karena
selain mencintaimu, aku tak tahu alasan lain.
Aku
batu dan kau sekotak pahat, atau sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar