Sabtu, 23 April 2016

Lelaki yang Mampir Minum Kopi

Lelaki bilang mereka masing-masing berbeda dari yang lainnya. Mendekat atas nama persahabatan, lalu memberi nyaman. Saat nyaman sudah tertanam dalam diri perempuan, mereka pun pergi.
Juga atas nama persahabatan.

Lelaki bilang, bukan salah mereka perempuan memperoleh nyaman. Yang mereka inginkan hanya berkawan. Perihal perempuan menginginkan kepastian, dikira bukan kewajiban mereka untuk menjawab pertanyaan.

Dan esoknya, lelaki menghilang. Jejak-jejaknya tak mau mereka repot buang.

Lalu bagaimana dengan perempuan yang terlanjur membuka ruang? Lelaki bilang, patahnya hati adalah urusan sendiri. Sudah ada perjanjian di subuh hari bahwa mereka sekadar mampir habiskan kopi. Maka bukan wajib mereka untuk tetap tinggal sampai petang menjelang.

Perempuan menangis sendiri dalam sepi, dalam hujan, dalam malam.

Ketika suka sudah menjelma kata, bagaimanakah aku bisa menganggapnya nyata? Aku takut mata dan telingaku bersekongkol membawaku pada ujung sepi dan patah hati.  Hanya jantung yang kupercayai, tapi dia selalu bergemuruh kala telingaku dengar namamu, kala mataku membaca namamu.

Bagaimanakah aku memutuskan bahwa kau akan tetap tinggal, sedang suka hanyalah satu bagian dari perasaan yang paling mudah muncul dan paling mudah meluncur?

Kau pikir aku berbeda dari perempuan lainnya. Sebenarnya yang berbeda hanya keahlianku menyembunyikannya. Debarku pastilah sama dengan debar-debar yang sebelumnya telah sampai pada telingamu, menyentuh instingmu untuk memutuskan ikatan.

Selain malu, aku tak punya pertahanan yang lain. Sewaktu-waktu ia dapat runtuh dengan sedikit sentuh. Aku yang rapuh tak mungkin bisa menahan gemuruh.

Jelaskan padaku alasan yang membuat hatimu memilihku. Agar aku dapat melihatnya, merawatnya, menjaganya agar terus ada. Agar aku bisa menahanmu lebih lama. Agar aku tak terlampau cepat menyepi dan menua. Agar bisa kujaga bahagia.

Setelah dibalas perasaan, lelaki temukan bosan. Bagaimana mungkin mereka selalu lupa tinggalkan pesan tentang cara menghapus kenangan?

Gombong, 22 Maret 2016

Annisa Qurani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Melihat Aksi Mahasiswa Lewat Drama Korea

Mengamati lewat media tentang bergeraknya mahasiswa, saya segera ingin menuliskannya. Rasanya kegelisahan di kepala bisa terasa lebih seder...