Dalam Alquran terdapat 3 panggilan spesial dari Allah: yaa ayyuhannas, yaa ayyuhalladzina amanu, dan yaa ayyuhal kaafiruun. Yang pertama, yaa ayyuhannas, adalah panggilan atau seruan kepada manusia. Semua yang manusia dan yang masih merasa manusia. Kedua, yaa ayyuhalladzina amanu adalah seruan bagi orang-orang yang beriman. Mereka yang mengimani Allah, rasulNya, dan hari akhir. Dan terakhir, yaa ayyuhal kaafiruun yang merupakan seruan bagi orang-orang kafir.
Allah membagi ketiga panggilan itu karena memang hal yang disampaikanNya berbeda-beda, tergantung objeknya. Seruan shalat, mengerjakan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran adalah untuk orang-orang yang beriman. Sedangkan ada seruan tertentu yang ditujukan bagi seluruh umat manusia, misalnya seruan menyembah Tuhan. Surat-surat Makkiyah (yang diturunkan di Makkah) banyak yang diawali dengan seruan ini. Sedang surat-surat Madaniyah banyak menggunakan awalan yaa ayyuhalladziina amanu dan yaa ayyuhal kaafiruun. Seringnya untuk yang terakhir ini berisi peringatan dari Allah.
Maka dalam dakwah pun seharusnya kita pintar membedakan ketiganya agar yang kita sampaikan sesuai. Ketiganya pun menunjukkan pembagian level dalam dakwah. Yang mana seruan yang ditujukan universal untuk semua manusia? Yang mana seruan bagi mereka yang sudah beriman atau masuk Islam? Dan yang mana yang ditujukan untuk mereka yang kafir?
Sesungguhnya dakwah bersifat personal. Alasan mengapa Rasulullah SAW dakwahnya bisa menyentuh hingga ke dalam sanubari sahabat-sahabatnya, orang-orang yang masih awam, hingga musuh-musuhnya adalah, salah satunya, adalah pendekatan personal. Rasul mengerti karakter dan level pengetahuan si target dakwah. Karenanya Rasulullah menyerukan ayat yang berbeda kepada masing-masing.
Dakwah bersifat personal, maka tidak tepat menyerukan dakwah yang sifatnya tidak universal atau hanya ditujukan pada golongan umat tertentu, di hadapan khalayak umum. Soal kepemimpinan dalam Islam, misalnya, yang belum lama jadi ribut-ribut di Pilkada Jakarta. Tidak tepat jika konsep kepemimpinan dalam Islam diserukan dalam forum umum. Seruan soal kepemimpinan dalam Islam masuk pada ranah yaa ayyuhalladziina amanu, bukan yaa ayyuhannas. Ketika anggota yaa ayyuhannas yang tidak masuk irisan dengan yaa ayyuhalladziina amanu mendengar konsep tersebut, tentu tidak akan serta-merta mengamini. Apalagi jika seruan disampaikan dengan ofensif. Demikian juga perihal penerapan syariat Islam secara keseluruhan.
Hasan Al Banna, dalam buku Risalah Dakwah-nya menyebutkan ada 4 target dakwah yang dilihat dari karakter si target. Pertama adalah mereka yang sudah tahu dan taat. Maksudnya yang sudah Islam dan berusaha menaati aturan-aturannya. Kedua, mereka yang sudah tahu tapi belum mau, yaitu yang sudah berislam tetapi masih merasa berat untuk menjalankan do’s and don’ts-nya. Level ketiga adalah mereka yang membenci dakwah. Orang-orang ini mengetahui soal dakwah tetapi memutuskan membenci atau menentangnya.
Terakhir adalah mereka yang sama sekali tidak peduli.
Materi dakwah dan cara menyampaikan kepada keempatnya tentu berbeda. Kita tidak bisa bicara soal jamaah dan imamah kepada orang-orang yang belum mengenal Islam atau masih berat dalam melaksanakan perintahNya. Pun tidak tepat bicara soal tata cara shalat kepada mereka yang sudah memahami konsep ihsan. Apalagi jika bicara soal akidah dengan mereka yang membenci dakwah, niscaya dakwah yang kita sampaikan hanya menghasilkan sakit hati di kedua pihak.
Contoh yang lebih sederhana. Saya tentu belum bisa menyampaikan konsep dakwah dan jihad kepada adik-adik binaan yang masih SMP. Ketika pertanyaan yang mereka lontarkan masih seputar apakah pakai cadar dosa, yang betul Islam NU atau Islam Muhammadiyah, dan apakah pakai kawat gigi dilarang, niscaya pembahasan tentang kewajiban dakwah hanya akan jadi bahan penambah kantuk waktu pengajian.
Islam itu indah. Islam itu rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Rasulullah menyampaikan dakwah dengan cara yang begitu lembut, menyentuh titik-titik kesadaran dan selaras dengan tingkat pengetahuan. Maka kita sebagai agen-agen penerus perlu, lagi-lagi, bermuhasabah. Sudahkah cara dakwah kita berorientasi pada target? Pun kita tidak boleh lupa, bahwa setelah semua ikhtiar syiar yang kita lakukan, betapapun beratnya, soal hidayah adalah semata-mata hak Allah. Allah saja.
Mostly about social, books, and personal development. No I don't talk about physics and math, but will still come if you offer me a cup of cappuccino. Thank you for visiting my page!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Melihat Aksi Mahasiswa Lewat Drama Korea
Mengamati lewat media tentang bergeraknya mahasiswa, saya segera ingin menuliskannya. Rasanya kegelisahan di kepala bisa terasa lebih seder...

-
Jadi, mulai dari mana ya. Kalau blog ini rumah, pasti sudah penuh sawang (sarang laba-laba). Dulu waktu membuat blog ini, sepertinya tujua...
-
(first published in https://digitalsenior.sg/working-in-a-local-ngo/ ) Working in an NGO offers many challenges and priceless lifetime...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar