Selasa, 10 Juli 2018

Pohon Kopi Solusi Pemanfaatan Lahan Hutan Bernilai Ekonomi

(artikel untuk majalah Investasi, terbitan BPMPT Kebumen bulan Juni/Juli 2018)

Tren minum kopi tengah merambah Kebumen. Kafe dan kedai kopi bermunculan. Penikmat kopi instan mulai berkenalan dengan biji kopi asli yang disangrai. Tapi kopi lokal Kebumen sendiri belum banyak dikenal. Bahkan banyak yang belum tahu bahwa kopi bisa tumbuh di Kebumen yang merupakan daerah pesisir. Padahal di sejumlah daerah di Kabupaten Kebumen terdapat kebun kopi yang dikelola petani lokal.

Solusi Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan

Lebih dari  80 ha lahan Perhutani di Kebumen  telah ditanami kopi. Lahan tersebut tersebar di daerah Kaliputih, Kenteng, Somagede, Wonotirto, Lohandu, Karanggayam, dan sejumlah daerah lain. Perhutani telah memberi izin pada LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) setempat untuk mengelola sejumlah petak lahan hutan untuk dikelola. Awalnya kopi hanya menjadi tanaman penyela atau sisipan karena tanaman kopi dapat tumbuh di berbagai kondisi lahan, baik dataran tinggi maupun pesisir.

Meski demikian, untuk menghasilkan biji kopi yang bagus bibit kopi yang akan ditanam perlu menyesuaikan kondisi lahan. Di Kebumen mayoritas kopi yang ditanam adalah dari jenis robusta dan arabica, yang umum dicari di pasaran. Tapi sebenarnya jenis tanah di Kebumen berdasarkan ketinggiannya kurang cocok untuk jenis arabica. Ini membuat LMDH Somagede mulai melakukan spesifikasi  dengan menanam jenis excelsa dan liberica di lahan seluas 26 ha.

Dua hingga tiga tahun setelah penanaman, kopi yang dirawat dengan baik sudah bisa dipanen. Dalam satu tahun, tanaman kopi dapat dipanen hingga dua kali. Satu tanaman umur produktifnya bisa sampai 20 tahun tanpa bongkar-pasang tanaman. Keunggulan ini membuat kopi menjadi tanaman penyangga yang lebih baik dari jagung atau singkong. Pasalnya jagung menyerap lebih banyak zat hara dalam tanah dan singkong memerlukan pencangkulan berulang-ulang untuk penanaman dan panen yang membuat tanah rawan erosi terutama di daerah perbukitan.

Peluang Ekonomi Seiring Perubahan Tren Mengopi

Menurut pengakuan Tetuko dari komunitas Kebumen Mengopi, ketika ia dan teman-teman pertama kali menilik sejumlah kebun kopi di Kebumen, kondisinya sangat tidak terawat. Rata-rata pemiliknya mendapatkan tanaman-tanaman kopi itu sebagai warisan dan tidak dilihat sebagai sumber penghasilan. Biji kopi yang dihasilkan dipanen dan diproses seadanya lalu dijual ke tetangga atau warung-warung kopi di desa dengan harga murah. Sekilo biji kopi hanya dihargai kisaran 15 ribu sampai 20 ribu rupiah, tergantung harga tawar pembeli.

Rendahnya harga dipengaruh oleh kualitas dan jumlah permintaan. Petani kopi perlu mendapatkan pendampingan dalam mengelola lahan, tanaman, dan kontrol kualitas biji. Tujuannya untuk memperbaiki kualitas biji kopi sehingga bisa memberi keuntungan ekonomi bagi petaninya. Sebabnya, kualitas kopi selain ditentukan oleh kondisi lahan, juga oleh proses pengolahan pascapanen.

Seiring informasi dan edukasi tentang kopi meluas, masyarakat kini sudah lebih paham tentang perbedaan jenis dan kualitas kopi. Penghargaan terhadap biji kopi pun semakin meningkat, dilihat dari semakin banyaknya kedai kopi yang menawarkan kopi yang dibuat langsung dari biji.

“Gelombang pertama dulu kita kenalan dengan kopi sachet,” ujar Tetuko, “lalu muncul kedai-kedai besar yang menawarkan kopi dengan kualitas lebih tinggi. Tapi sekarang orang lebih bisa menghargai kopi dan metode pembuatan pun makin beragam. Orang nggak harus ke Starbucks untuk bisa minum kopi enak tapi bisa bikin sendiri dengan berbagai macam pilihan bean (biji kopi) yang banyak dijual di pasaran.”


Tren tersebut, diiringi dengan semakin mudahnya mendapatkan alat brewing manual dan berkembangnya metode pembuatan kopi, menjadi peluang bagi kopi lokal untuk berkembang. Kebun-kebun yang dikelola pun menjadi peluang wisata agro. Peluang ini didorong oleh berkembangnya wisata Kebumen yang berbasis komunitas lokal seperti LMDH dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Kelak pengunjung dapat melihat proses panjang yang harus dilalui biji-biji kopi sampai bisa terhidang dalam secangkir pekat kopi yang rasanya nikmat.



Annisa Qurani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Melihat Aksi Mahasiswa Lewat Drama Korea

Mengamati lewat media tentang bergeraknya mahasiswa, saya segera ingin menuliskannya. Rasanya kegelisahan di kepala bisa terasa lebih seder...