Dek, apa kabar rumah kita?
Barangkali baju-baju masih bertebaran di setiap sudut
Apa kau sudah menyapu hari ini?
Lihat kembali
Siapa tahu di balik tikar masih ada bungkus permen yang
sebelumnya kau sembunyikan
Dek, ummi menanyakanmu pagi ini
Bertanya kabarmu
Bertanya alasan kemarahanmu kemarin dulu
Bertanya kapan kau akan kembali mengajaknya bicara
Bertanya cita-cita, dan barangkali selipan kisah cinta
Seolah kau yang ada di sini, yang jauh dari pandangannya
Dek, alam pikiranmu aku mana tahu
Bukankah aku memang tak pernah bertanya?
Bukankah itu yang kau lihat dariku?
Kakak yang tidak pernah ribut menyuruhmu mandi, ganti baju,
atau belajar
Kakak yang menjadi tembok tinggi di hadapanmu, menghalangimu
dari kata puji orang-orang
Kakak yang tidak memahami batasnya sendiri dalam usahanya
memberi teladan padamu
Dek, ketahuilah, di sini aku membenci setiap dering telepon
“Fais wingi kesuh-kesuh
Sa, gara-garane ra kebagian iwak...”
“Sa, Fais ra madang
sedina. Jere masakane ummi ra enak, ra seneng...”
“Apa Fais lagi seneng
bocah ya, Sa? Ketone bahagia temen, ngguyu-ngguyu nek smsan... Fais wong bocah
gagah, ya bakale akeh sing seneng...”
“Ummi ra paham hape
apamaning komputer, Sa. Ummi si yakin Fais ra bakal macem-macem, tapi Ummi ya
tetep maras...”
“Sa, kanca-kancane
Fais deneng ngrokoke banter temen ya? Apa Fais ra bakal tiru-tiru? Ibadahe si
apik, Insya Allah wis bisa tanggung jawab marang Gusti Allah. Tapi lingkungane
kue Sa...”
“Jan-jane Fais lewih
cerdas kat koe Sa. Belajar sitik ya mudeng, cuma ora telaten. Ummi pengin Fais
kuliah Sa. Anak lanange Ummi siji-sijine, ra ana gantine...”
“Jajal Sa, dinasihati
Fais men sregep sinau, ora nggawe Ummine khawatir. Ummi sih ra nuntut kon
rengking siji atau apa, tapi ya sing due kepenginan go maju lah, apa iya arep
kaya kiye bae keadaane...”
“Sa, Ummi ra paham
karepe adimu apa, ra tau cerita-cerita...”
Dek, apa harus kujabarkan semuanya?
Jika dengan ini belum paham, pakai cara apa lagi aku
menasihatimu?
Aku takut dibenci oleh adik-adikku sendiri
Bawel, cerewet, sok tahu, sok tua
Apa yang kupunya di tempatku pulang selain rumah dan orang-orang penghuninya?
Ummi, Bapak, Fadhillah, Kau, Dek...
Dek, janganlah melihat terlalu jauh
Kau akan merendahkan yang ada di hadapan
Jangan juga melihat terlalu dekat
Kau akan menjadi sesak oleh semua keterbatasan, semua
tuntutan, menyiksa dan mengasihani diri
Lihatlah sekeliling, adakah yang tidak ada? Adakah yang
tidak perlu?
Tidakkah Allah sudah menyediakan semua agar kita bersyukur?
Dengan bersyukur kita akan merasa cukup
Dengan merasa cukup, kita akan berbahagia karenanya
Dek, apakah sebuah aib bagimu ketika bercerita pada orang
tuamu sendiri?
Apakah sebuah retakan bagi harga dirimu ketika ada yang
menangis untukmu?
Apakah begitu sulit membagi hatimu dengan orang-orang yang
selalu menyebut namamu dalam bincang mereka dengan Rabb mereka?
Dalam setiap sujud, setiap air mata yang tumpah ketika
mengingatmu di tengah malam yang tidak kau tahu
Dek, tidak ada yang mengharapkan materi atau penghargaan
yang terlihat secara fisik
Ummi dan Bapak tak akan pernah dengan sungguh-sungguh
meminta kembali apa yang sudah mereka beri
Sama seperti perjuangan Bapak di TPQ, ikhtiar-ikhtiarnya
untuk memperbaiki ummat
Sama seperti peluh-peluh Ummi di pasar, ikhtiarnya untuk
menjadi penyeimbang ekonomi keluarga, menopang suami yang tengah mengabdikan
diri pada Rabb yang memberi segalanya
Masing-masing punya peran dengan kapasitasnya
Aku, dengan perantauanku, dengan ilmu yang sedikit demi
sedikit kutanam hingga nanti dapat kupetik dan kuberikan semuanya untuk
menegakkan Dien-Nya
Kau, Dek, kau dan Fadhillah, pilihlah sendiri
Ikhtiar macam apa yang sanggup kalian lakukan
Tanggung jawab apa yang sanggup kalian junjung
Tak ada yang menuntut, tak ada yang memaksa
Kalian temukanlah sendiri
Dek, kau juga tahu kan?
Tak akan kembali sekali waktu yang berlalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar